I Better Go

Ada malam-malam ketika akal sehat tertidur lelap di suatu tempat di bawah meja bar, sementara godaan dengan riang memesan satu gelas lagi. Udara menjadi pekat oleh aroma wiski, kata-kata, dan isyarat, sementara waktu seolah melambat, mengikuti chemistry antara dua senyuman. Semuanya tampak tidak bersalah - hanya percakapan, hanya tarian, hanya tangan yang diletakkan di pinggang. Tetapi pada suatu saat menjadi jelas: atau pergi sekarang, atau tetap tinggal sampai pagi, dengan ungkapan “seharusnya tidak” yang biasa di bibir. Dan di dalam diri dimulai pertarungan antara akal dan keinginan, di mana yang kedua berbisik lebih keras.