Kita

Awalnya tampak seperti balada cinta biasa: bisikan, sumpah, beberapa baris tentang keabadian. Lalu tiba-tiba muncul kesedihan aneh, seolah-olah ada sesuatu yang lengket, memalukan, dan belum terselesaikan yang bersembunyi di antara kata-kata. Cinta seperti itu, di mana bukannya ringan, malah rantai, bukannya terbang, malah berputar-putar pada satu orbit. Melodi lembut menenangkan, tetapi di dalam, pertanyaan terus mengganggu: bisakah kita "seirama" ketika yang mengikat kita bukan kebahagiaan, melainkan rasa bersalah? Namun tetap terdengar indah - seolah-olah hujan memutuskan untuk menyanyikan tentang matahari yang sudah tidak ada lagi, tetapi kenangan akan kehangatannya masih bertahan.